Balada Laptop dan Speaker
Ini adalah sebuah kisah yang akan terdengar tolol dan bodoh, tapi setelah dicermati baik-baik, kisah ini ternyata memang tolol dan bodoh. Walau demikian, semoga ada pesan moral yang bisa dipetik dari kisah ini. Semoga.
Sebelumnya, perlu saya berikan sedikit gambaran mengenai kondisi saya sekarang ini, supaya anda dapat lebih menghayati cerita ini dengan baik. Sejak lima tahun terakhir, saya bisa dibilang hidup seperti seorang pertapa. Saya menghabiskan hampir seluruh waktu saya dirumah kamar. Saya begitu enggan untuk pergi ke luar rumah. Awalnya karena penyakit dystonia yang saya derita, tapi sekarang lebih karena paranoid. Bagi saya, pergi ke luar rumah rasanya seperti pergi menuju ke ladang pembantaian.
Saya selalu berusaha memenuhi kebutuhan saya tanpa perlu meninggalkan rumah, dan tentunya berkat kemajuan teknologi, hal itu tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Sebagai contoh, bila ada barang yang ingin saya beli, biasanya saya akan menggunakan Tokopedia.
Dua tahun yang lalu, laptop saya rusak parah, layar monitornya tidak bisa nyala sama sekali. Untuk membetulkannya, saya menggunakan jasa seorang ahli reparasi laptop yang nomornya saya dapat dari brosur yang kebetulan tergeletak di halaman rumah saya. Alasan saya memilih untuk menggunakan jasa orang ini cukup sederhana, karena dia bersedia untuk mengambil dan mengantar laptop saya yang rusak ke rumah saya. Jadi saya bisa membetulkan laptop saya tanpa harus keluar rumah. Kebetulan waktu itu dia melakukan pekerjaannya dengan baik, laptop saya bisa normal seperti sediakala, dan biaya reparasi plus ongkos antarnya juga tidak terlalu mahal. Katakanlah nama ahli reparasi ini Tuan Bumbum. Sebaiknya anda mengingat nama ini karena dia akan memainkan peranan yang cukup vital di cerita ini.
Beberapa hari terakhir, saya getol memainkan gitar listrik dengan diiringi musik pengiring dari Youtube. Semacam jam session gitu. Karena saya merasa cukup mahir memainkannya (sekali lagi, "saya merasa"), saya tiba-tiba memiliki ide untuk merekam permainan gitar saya dan meng-upload-nya di Youtube. Mungkin orang-orang akan menyukainya, kemudian saya akan memiliki banyak viewer dan subscriber, dan akhirnya saya bisa memiliki banyak uang dan terkenal tanpa harus keluar rumah.
Saat hendak melaksanakan niat itu, tiba-tiba saya menyadari kalau speaker dan camera di laptop saya tidak bekerja, padahal seingat saya dulu tidak ada masalah dengan kedua fitur ini, walau memang biasanya saya menggunakan headset karena suaranya lebih kencang daripada lewat speaker. Saya tentu saja amat membutuhkan kedua fitur ini, speaker untuk memperdengarkan musik dari Youtube, sementara camera untuk merekam aksi saya.
Saya teringat kalau beberapa bulan sebelumnya saya iseng-iseng meng-upgrade laptop saya dari Windows 7 menjadi Windows 10. Saya mencoba browsing internet dan kemudian mendapati bahwa memang banyak yang mengeluh kalau laptop mereka menjadi bermasalah sejak meng-install Windows 10. Setelah saya ingat-ingat lagi, laptop saya juga jadi lebih lambat, susah di-start, dan secara keseluruhan, lebih ribet, sejak saya upgrade ke Windows 10. Maka saya simpulkan kalau Windows 10 laknat inilah penyebab semua masalah ini.
Segeralah saya memulai proyek untuk mengembalikan laptop saya ke Windows 7. Proyek yang tanpa saya sadari, ternyata akan berubah menjadi sebuah perjalanan panjang dan memilukan.
Saya teringat kalau saya masih menyimpan CD Windows 7 di lemari. Segera saya ambil dan masukkan CD itu ke tempat CD di laptop. Ternyata CD itu tidak bisa dibaca oleh laptop saya. Saya mencoba mengetesnya dengan memasukkan CD" lain, dari CD musik, film, sampai CD bokep #eh. Ternyata semua CD itu tidak bisa dibaca oleh sang laptop. Maka saya menyimpulkan kalau tempat CD di laptop saya sudah rusak. Masalah pertama.
Kemudian saya mencoba men-download Windows 7 gratisan di internet. Ternyata bukannya berhasil, malah browser saya menjadi dihujani oleh berbagai spam dan adware. Niat untuk men-download Windows 7 gratisan dari internet juga gagal. Masalah kedua.
Kemudian saya berpikir, bukankah sebenarnya yang saya perlukan saat ini hanya camera dan speaker? Untuk merekam, saya bisa menggunakan camera dari smartphone saya. Sayangnya smartphone ini tidak bisa mengaktifkan video recorder dan membuka Youtube di saat yang bersamaan. Maka melalui proses deduksi, saya menyimpulkan kalau saya hanya perlu membeli speaker portable (SP)untuk mengatasi permasalahan ini. Saya akan menggunakan smartphone saya untuk merekam, sementara musik Youtube-nya akan saya buka dari laptop dengan SP. Solusi yang brilian.
Maka mulailah saya mencari SP di Tokopedia. Mengingat kondisi saya saat ini, saya selalu berusaha mencari barang yang semurah mungkin. Akhirnya pilihan saya jatuh ke sebuah SP seharga 40.000. Setelah menunggu beberapa hari, akhirnya barang itu sampai di rumah. Saat saya buka, ternyata ada dua colokan di SP itu, satu berbentuk USB, sementara satu lagi berbentuk colokan headset. Dengan berbekal pengetahuan elektronik yang pas-pasan, saya berasumsi kalau colokan USB pasti untuk menghubungkan dengan laptop, sementara colokan headset untuk menghubungkan dengan smartphone. Maka dengan penuh nafsu, lekaslah saya colok colokan berbentuk USB itu ke laptop, dan ternyata...tidak ada suara apa-apa. Masalah ketiga.
Seketika rasa panik mulai muncul dalam diri, mungkin saya memang tidak ditakdirkan untuk menghemat. Saya berasumsi kalau SP ini mungkin memang mudah rusak. Seperti kata pepatah, "Ada harga, ada kualitas." Saya mencoba mengetes dengan memasukkan colokan headset ke smartphone saya. Tidak bunyi juga. Hal ini semakin menguatkan asumsi saya. Maka segeralah saya mencek Tokopedia lagi dan akhirnya pilihan saya jatuh ke sebuah SP seharga 160.000.
Setelah menunggu beberapa hari lagi, akhirnya sampailah SP itu. Dengan penuh nafsu berahi, segera saya colok colokan USB ke laptop saya. Tidak bunyi juga. Kemudian saya colok colokan headset ke smartphone, sambil colokan USB tetap tersambung ke laptop. Dan ternyata bunyi. Berarti bukan SP-nya yang rusak. Asumsi saya, ini pasti karena Windows 10 di laptop saya. Segeralah saya Google-ing "Speaker Windows 10 not working". Saya sudah melakukan semua yang dianjurkan oleh tips-tips di website yang saya temui, tetap tidak ada hasil apa-apa. Rasa panik dalam diri semakin hebat, mungkin sudah saatnya saya memanggil bantuan profesional. Masalah keempat.
Maka segera saya menghubungi Tuan Bumbum. Setelah mendengar cerita saya, dia menyimpulkan kalau kelihatannya memang Windows 10 lah yang menjadi penyebab semua masalah ini. Kemudian saya berkonsultasi soal harga. Menurut dia, kelihatannya CD player di laptop saya memang rusak dan harus diganti baru. Biaya CD player baru plus pemasangannya adalah 400.000. Dia menyarankan untuk membiarkan dia yang men-downgrade laptop saya menjadi Windows 7, biayanya hanya 250.000. Karena sudah tidak sabar untuk segera terkenal, maka saya menyetujui anjurannya dan segera menyuruh dia untuk mengambil laptop saya di rumah.
Besoknya saya menghubungi dia untuk menanyakan perkembangannya. Menurut dia, tidak ada yang salah dengan SP dan laptop saya. Hanya dengan sedikit setting-an, SP saya bisa tersambung ke laptop tanpa harus downgrade ke Windows 7. Lebih lanjut dia menyebutkan kalau camera dan speaker laptop saya memang sudah rusak. Yang Windows 10 timbulkan pada laptop saya hanyalah menjadi lebih lambat. Dia menanyakan apakah saya tetap mau downgrade ke Windows 7, bila tidak, maka saya hanya perlu membayar 50.000 untuk ongkos jasa. Khawatir kalau Windows 10 akan membuat masalah lagi di kemudian hari, dan harus diservis lagi, lebih baik sekalian saja saya men-downgrade laptop saya menjadi Windows 7 dan membayarnya 250.000.
Besoknya laptop saya sudah beres dan setelah sampai di rumah, dengan penuh nafsu berahi liar, segera saya colok colokan USB SP ke laptop, dan ternyata...tidak bunyi juga. Mulai emosi, saya segera menghubungi Tuan Bumbum. "Kamu udah colok ke laptop?" tanya Tuan Bumbum. "Udah kok, colokan yang USB kan?" tanya saya balik. "Colokan yang headset?" tanya Tuan Bumbum lagi. "Lho, emang itu mesti dicolok juga?" tanya saya kembali. "Lah iya dong, dua"nya mesti dicolok ke laptop," jawab Tuan Bumbum enteng. Seketika rasanya saya ingin menangis.
Kemudian saya colok colokan headset dari SP ke laptop dan segeralah SP itu berbunyi kencang. Jadi ternyata hanya itu solusinya. Ternyata saya hanya perlu mencolokkan kedua kabel, yaitu yang berbentuk USB dan headset ke laptop. Setting-an seharga 50.000 yang Tuan Bumbum maksud ternyata hanyalah hal sesederhana ini. Saya juga bingung kenapa saya tidak kepikiran untuk juga mencolok colokkan headset ke laptop. Kemudian saya mencoba menghubungkan SP yang seharga 40.000 ke laptop dengan "setting-an" yang sama, ternyata bisa berbunyi juga, dan bunyinya juga tidak kalah jauh dengan SP yang seharga 160.000. Setelah saya selidiki, alasan kenapa SP yang 40.000 tidak menyala saat dihubungkan ke smartphone karena ujung colokan headset itu lebih kecil daripada SP yang mahal.
Rasanya saya ingin berteriak kencang, buka baju, dan membenturkan kepala ke tembok. Kalau saja tahu caranya dari awal, maka saya cukup mengeluarkan uang 40.000 dan tidak perlu menunggu berhari-hari untuk dapat segera mengguncang dunia permusikan lewat Youtube. Tapi ya sudahlah, pikir saya, toh sekarang laptop saya dengan Windows 7 menjadi tidak lelet lagi. Dan saat hendak memainkan laptop saya, tiba-tiba layarnya mulai berkedip-kedip, dan sesaat kemudian gelap gulita, persis seperti dua tahun yang lalu. Masalah kelima dan yang paling fatal.
Dengan emosi memuncak, segera saya hubungi Tuan Bumbum meminta pertanggung jawabannya. Dia berdalih kalau hal itu bukan kesalahan dia tapi memang laptop saya yang rusak lagi. Padahal jelas-jelas laptop saya baik-baik saja sebelum dia reparasi, hanya agak lambat, sekarang malah jadi mati total. Saat menagih garansi, Tuan Bumbum berdalih kalau masalahnya sekarang beda dengan sebelumnya (hanya downgrade Windows) sehingga kalau saya mereparasi di dia lagi, saya akan dikenakan full charge. Tentu saja saya tak mau dan akhirnya jadilah saya harus mencari ahli servis laptop yang lain, keluar uang lagi, dan yang paling parah, saya harus memaksakan diri ke luar rumah. Inilah saat yang tepat bagi saya untuk menengadahkan kepala ke atas seraya berkata, "F*ck my life."
Tiba-tiba saya jadi teringat kisah tentang seorang pria yang terkurung di ruangan pendingin. Dia begitu takut kalau dia akan mati kedinginan sehingga dia akhirnya benar-benar mati kedinginan, padahal AC di ruangan pendingin itu sama sekali tak menyala.
Kadang-kadang, saat kita takut sesuatu akan terjadi pada kita, akhirnya hal itu akan benar-benar terjadi. Dalam dunia medis, hal ini disebut nocebo, antonim dari placebo. Contoh dari nocebo yang paling nyata adalah di kepercayaan voodoo. Seseorang yang lahir dan besar di masyarakat yang memiliki kepercayaan voodoo, apabila suatu saat dia dikutuk oleh dukun voodoo, katakanlah orang itu akan mati dalam 7 hari, maka orang itu akan benar-benar mati 7 hari kemudian. Hal ini bukanlah karena sang dukun voodoo benar-benar punya kuasa magis, tapi karena orang itu sejak kecil sudah ditanamkan di benaknya oleh masyarakat sekitarnya dan bahkan keluarganya sendiri, kepercayaan bahwa sang dukun voodoo mempunyai kekuatan ajaib. Sang dukun voodoo sendiri tidak punya kekuatan apa-apa, kepercayaan orang itulah yang begitu hebatnya sampai-sampai mempengaruhi pikiran, perilaku, dan bahkan fisiologis tubuhnya, sampai akhirnya perkataan dukun voodoo tersebut benar-benar menjadi kenyataan.
Begitu juga yang terjadi pada diri saya. Saya begitu khawatir kalau harus mengeluarkan uang banyak dan harus menghadapi ketakutan saya untuk ke luar rumah. Kekhawatiran itu mempengaruhi pikiran dan perilaku saya, sampai-sampai saya tidak bisa berpikir jernih dan tidak kepikiran hal sederhana seperti memasukkan kedua kabel SP ke laptop. Akhirnya saya benar-benar harus keluar uang banyak, dan harus keluar rumah.
Pesan moral dari cerita ini yang pertama adalah: Milikilah sikap hidup yang positif, percaya dan yakinilah bahwa hal-hal baik akan terjadi pada diri anda, bukan hal-hal yang buruk. Karena apa yang anda percaya biasanya akan menjadi kenyataan. Pesan moral yang kedua adalah: Jangan jadi orang gaptek.
Sebelumnya, perlu saya berikan sedikit gambaran mengenai kondisi saya sekarang ini, supaya anda dapat lebih menghayati cerita ini dengan baik. Sejak lima tahun terakhir, saya bisa dibilang hidup seperti seorang pertapa. Saya menghabiskan hampir seluruh waktu saya di
Saya selalu berusaha memenuhi kebutuhan saya tanpa perlu meninggalkan rumah, dan tentunya berkat kemajuan teknologi, hal itu tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Sebagai contoh, bila ada barang yang ingin saya beli, biasanya saya akan menggunakan Tokopedia.
Dua tahun yang lalu, laptop saya rusak parah, layar monitornya tidak bisa nyala sama sekali. Untuk membetulkannya, saya menggunakan jasa seorang ahli reparasi laptop yang nomornya saya dapat dari brosur yang kebetulan tergeletak di halaman rumah saya. Alasan saya memilih untuk menggunakan jasa orang ini cukup sederhana, karena dia bersedia untuk mengambil dan mengantar laptop saya yang rusak ke rumah saya. Jadi saya bisa membetulkan laptop saya tanpa harus keluar rumah. Kebetulan waktu itu dia melakukan pekerjaannya dengan baik, laptop saya bisa normal seperti sediakala, dan biaya reparasi plus ongkos antarnya juga tidak terlalu mahal. Katakanlah nama ahli reparasi ini Tuan Bumbum. Sebaiknya anda mengingat nama ini karena dia akan memainkan peranan yang cukup vital di cerita ini.
Beberapa hari terakhir, saya getol memainkan gitar listrik dengan diiringi musik pengiring dari Youtube. Semacam jam session gitu. Karena saya merasa cukup mahir memainkannya (sekali lagi, "saya merasa"), saya tiba-tiba memiliki ide untuk merekam permainan gitar saya dan meng-upload-nya di Youtube. Mungkin orang-orang akan menyukainya, kemudian saya akan memiliki banyak viewer dan subscriber, dan akhirnya saya bisa memiliki banyak uang dan terkenal tanpa harus keluar rumah.
Saat hendak melaksanakan niat itu, tiba-tiba saya menyadari kalau speaker dan camera di laptop saya tidak bekerja, padahal seingat saya dulu tidak ada masalah dengan kedua fitur ini, walau memang biasanya saya menggunakan headset karena suaranya lebih kencang daripada lewat speaker. Saya tentu saja amat membutuhkan kedua fitur ini, speaker untuk memperdengarkan musik dari Youtube, sementara camera untuk merekam aksi saya.
Saya teringat kalau beberapa bulan sebelumnya saya iseng-iseng meng-upgrade laptop saya dari Windows 7 menjadi Windows 10. Saya mencoba browsing internet dan kemudian mendapati bahwa memang banyak yang mengeluh kalau laptop mereka menjadi bermasalah sejak meng-install Windows 10. Setelah saya ingat-ingat lagi, laptop saya juga jadi lebih lambat, susah di-start, dan secara keseluruhan, lebih ribet, sejak saya upgrade ke Windows 10. Maka saya simpulkan kalau Windows 10 laknat inilah penyebab semua masalah ini.
Segeralah saya memulai proyek untuk mengembalikan laptop saya ke Windows 7. Proyek yang tanpa saya sadari, ternyata akan berubah menjadi sebuah perjalanan panjang dan memilukan.
Saya teringat kalau saya masih menyimpan CD Windows 7 di lemari. Segera saya ambil dan masukkan CD itu ke tempat CD di laptop. Ternyata CD itu tidak bisa dibaca oleh laptop saya. Saya mencoba mengetesnya dengan memasukkan CD" lain, dari CD musik, film, sampai CD bokep #eh. Ternyata semua CD itu tidak bisa dibaca oleh sang laptop. Maka saya menyimpulkan kalau tempat CD di laptop saya sudah rusak. Masalah pertama.
Kemudian saya mencoba men-download Windows 7 gratisan di internet. Ternyata bukannya berhasil, malah browser saya menjadi dihujani oleh berbagai spam dan adware. Niat untuk men-download Windows 7 gratisan dari internet juga gagal. Masalah kedua.
Kemudian saya berpikir, bukankah sebenarnya yang saya perlukan saat ini hanya camera dan speaker? Untuk merekam, saya bisa menggunakan camera dari smartphone saya. Sayangnya smartphone ini tidak bisa mengaktifkan video recorder dan membuka Youtube di saat yang bersamaan. Maka melalui proses deduksi, saya menyimpulkan kalau saya hanya perlu membeli speaker portable (SP)untuk mengatasi permasalahan ini. Saya akan menggunakan smartphone saya untuk merekam, sementara musik Youtube-nya akan saya buka dari laptop dengan SP. Solusi yang brilian.
Maka mulailah saya mencari SP di Tokopedia. Mengingat kondisi saya saat ini, saya selalu berusaha mencari barang yang semurah mungkin. Akhirnya pilihan saya jatuh ke sebuah SP seharga 40.000. Setelah menunggu beberapa hari, akhirnya barang itu sampai di rumah. Saat saya buka, ternyata ada dua colokan di SP itu, satu berbentuk USB, sementara satu lagi berbentuk colokan headset. Dengan berbekal pengetahuan elektronik yang pas-pasan, saya berasumsi kalau colokan USB pasti untuk menghubungkan dengan laptop, sementara colokan headset untuk menghubungkan dengan smartphone. Maka dengan penuh nafsu, lekaslah saya colok colokan berbentuk USB itu ke laptop, dan ternyata...tidak ada suara apa-apa. Masalah ketiga.
Seketika rasa panik mulai muncul dalam diri, mungkin saya memang tidak ditakdirkan untuk menghemat. Saya berasumsi kalau SP ini mungkin memang mudah rusak. Seperti kata pepatah, "Ada harga, ada kualitas." Saya mencoba mengetes dengan memasukkan colokan headset ke smartphone saya. Tidak bunyi juga. Hal ini semakin menguatkan asumsi saya. Maka segeralah saya mencek Tokopedia lagi dan akhirnya pilihan saya jatuh ke sebuah SP seharga 160.000.
Setelah menunggu beberapa hari lagi, akhirnya sampailah SP itu. Dengan penuh nafsu berahi, segera saya colok colokan USB ke laptop saya. Tidak bunyi juga. Kemudian saya colok colokan headset ke smartphone, sambil colokan USB tetap tersambung ke laptop. Dan ternyata bunyi. Berarti bukan SP-nya yang rusak. Asumsi saya, ini pasti karena Windows 10 di laptop saya. Segeralah saya Google-ing "Speaker Windows 10 not working". Saya sudah melakukan semua yang dianjurkan oleh tips-tips di website yang saya temui, tetap tidak ada hasil apa-apa. Rasa panik dalam diri semakin hebat, mungkin sudah saatnya saya memanggil bantuan profesional. Masalah keempat.
Maka segera saya menghubungi Tuan Bumbum. Setelah mendengar cerita saya, dia menyimpulkan kalau kelihatannya memang Windows 10 lah yang menjadi penyebab semua masalah ini. Kemudian saya berkonsultasi soal harga. Menurut dia, kelihatannya CD player di laptop saya memang rusak dan harus diganti baru. Biaya CD player baru plus pemasangannya adalah 400.000. Dia menyarankan untuk membiarkan dia yang men-downgrade laptop saya menjadi Windows 7, biayanya hanya 250.000. Karena sudah tidak sabar untuk segera terkenal, maka saya menyetujui anjurannya dan segera menyuruh dia untuk mengambil laptop saya di rumah.
Besoknya saya menghubungi dia untuk menanyakan perkembangannya. Menurut dia, tidak ada yang salah dengan SP dan laptop saya. Hanya dengan sedikit setting-an, SP saya bisa tersambung ke laptop tanpa harus downgrade ke Windows 7. Lebih lanjut dia menyebutkan kalau camera dan speaker laptop saya memang sudah rusak. Yang Windows 10 timbulkan pada laptop saya hanyalah menjadi lebih lambat. Dia menanyakan apakah saya tetap mau downgrade ke Windows 7, bila tidak, maka saya hanya perlu membayar 50.000 untuk ongkos jasa. Khawatir kalau Windows 10 akan membuat masalah lagi di kemudian hari, dan harus diservis lagi, lebih baik sekalian saja saya men-downgrade laptop saya menjadi Windows 7 dan membayarnya 250.000.
Besoknya laptop saya sudah beres dan setelah sampai di rumah, dengan penuh nafsu berahi liar, segera saya colok colokan USB SP ke laptop, dan ternyata...tidak bunyi juga. Mulai emosi, saya segera menghubungi Tuan Bumbum. "Kamu udah colok ke laptop?" tanya Tuan Bumbum. "Udah kok, colokan yang USB kan?" tanya saya balik. "Colokan yang headset?" tanya Tuan Bumbum lagi. "Lho, emang itu mesti dicolok juga?" tanya saya kembali. "Lah iya dong, dua"nya mesti dicolok ke laptop," jawab Tuan Bumbum enteng. Seketika rasanya saya ingin menangis.
Kemudian saya colok colokan headset dari SP ke laptop dan segeralah SP itu berbunyi kencang. Jadi ternyata hanya itu solusinya. Ternyata saya hanya perlu mencolokkan kedua kabel, yaitu yang berbentuk USB dan headset ke laptop. Setting-an seharga 50.000 yang Tuan Bumbum maksud ternyata hanyalah hal sesederhana ini. Saya juga bingung kenapa saya tidak kepikiran untuk juga mencolok colokkan headset ke laptop. Kemudian saya mencoba menghubungkan SP yang seharga 40.000 ke laptop dengan "setting-an" yang sama, ternyata bisa berbunyi juga, dan bunyinya juga tidak kalah jauh dengan SP yang seharga 160.000. Setelah saya selidiki, alasan kenapa SP yang 40.000 tidak menyala saat dihubungkan ke smartphone karena ujung colokan headset itu lebih kecil daripada SP yang mahal.
Rasanya saya ingin berteriak kencang, buka baju, dan membenturkan kepala ke tembok. Kalau saja tahu caranya dari awal, maka saya cukup mengeluarkan uang 40.000 dan tidak perlu menunggu berhari-hari untuk dapat segera mengguncang dunia permusikan lewat Youtube. Tapi ya sudahlah, pikir saya, toh sekarang laptop saya dengan Windows 7 menjadi tidak lelet lagi. Dan saat hendak memainkan laptop saya, tiba-tiba layarnya mulai berkedip-kedip, dan sesaat kemudian gelap gulita, persis seperti dua tahun yang lalu. Masalah kelima dan yang paling fatal.
Dengan emosi memuncak, segera saya hubungi Tuan Bumbum meminta pertanggung jawabannya. Dia berdalih kalau hal itu bukan kesalahan dia tapi memang laptop saya yang rusak lagi. Padahal jelas-jelas laptop saya baik-baik saja sebelum dia reparasi, hanya agak lambat, sekarang malah jadi mati total. Saat menagih garansi, Tuan Bumbum berdalih kalau masalahnya sekarang beda dengan sebelumnya (hanya downgrade Windows) sehingga kalau saya mereparasi di dia lagi, saya akan dikenakan full charge. Tentu saja saya tak mau dan akhirnya jadilah saya harus mencari ahli servis laptop yang lain, keluar uang lagi, dan yang paling parah, saya harus memaksakan diri ke luar rumah. Inilah saat yang tepat bagi saya untuk menengadahkan kepala ke atas seraya berkata, "F*ck my life."
Tiba-tiba saya jadi teringat kisah tentang seorang pria yang terkurung di ruangan pendingin. Dia begitu takut kalau dia akan mati kedinginan sehingga dia akhirnya benar-benar mati kedinginan, padahal AC di ruangan pendingin itu sama sekali tak menyala.
Kadang-kadang, saat kita takut sesuatu akan terjadi pada kita, akhirnya hal itu akan benar-benar terjadi. Dalam dunia medis, hal ini disebut nocebo, antonim dari placebo. Contoh dari nocebo yang paling nyata adalah di kepercayaan voodoo. Seseorang yang lahir dan besar di masyarakat yang memiliki kepercayaan voodoo, apabila suatu saat dia dikutuk oleh dukun voodoo, katakanlah orang itu akan mati dalam 7 hari, maka orang itu akan benar-benar mati 7 hari kemudian. Hal ini bukanlah karena sang dukun voodoo benar-benar punya kuasa magis, tapi karena orang itu sejak kecil sudah ditanamkan di benaknya oleh masyarakat sekitarnya dan bahkan keluarganya sendiri, kepercayaan bahwa sang dukun voodoo mempunyai kekuatan ajaib. Sang dukun voodoo sendiri tidak punya kekuatan apa-apa, kepercayaan orang itulah yang begitu hebatnya sampai-sampai mempengaruhi pikiran, perilaku, dan bahkan fisiologis tubuhnya, sampai akhirnya perkataan dukun voodoo tersebut benar-benar menjadi kenyataan.
Begitu juga yang terjadi pada diri saya. Saya begitu khawatir kalau harus mengeluarkan uang banyak dan harus menghadapi ketakutan saya untuk ke luar rumah. Kekhawatiran itu mempengaruhi pikiran dan perilaku saya, sampai-sampai saya tidak bisa berpikir jernih dan tidak kepikiran hal sederhana seperti memasukkan kedua kabel SP ke laptop. Akhirnya saya benar-benar harus keluar uang banyak, dan harus keluar rumah.
Pesan moral dari cerita ini yang pertama adalah: Milikilah sikap hidup yang positif, percaya dan yakinilah bahwa hal-hal baik akan terjadi pada diri anda, bukan hal-hal yang buruk. Karena apa yang anda percaya biasanya akan menjadi kenyataan. Pesan moral yang kedua adalah: Jangan jadi orang gaptek.
Comments
Post a Comment