Arti Sebuah Dusta

"Iblis...adalah pendusta dan bapa segala dusta" (Yoh. 8:44).

Dalam tulisan sebelumnya, saya menyebutkan kalau saya berusaha mencari bukti keberadaan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, dalam setiap pergumulan, tantangan, dan kejadian apapun di hidup saya. Rasanya ganjil kalau tanda-tanda kehadiran Tuhan dan kebenaran dari setiap cerita di Alkitab tidak bisa ditemukan di kehidupan modern, hilang ditelan perkembangan zaman dan kemajuan peradaban manusia. Kebenaran sejati seharusnya tahan uji dan tak lekang oleh waktu. Dan kadang, bukti itu bisa ditemukan di tempat yang tak pernah saya sangka sekalipun.

Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah buku berjudul Overcoming Social Anxiety. Sesuai judulnya, buku itu saya baca untuk membantu mengatasi kondisi yang sudah lama saya derita ini. Buku itu ditulis oleh seorang profesor di bidang psikologi yang sudah lama berkecimpung dan menspesialisasikan diri dalam menangani penyakit Social Anxiety Disorder (SAD). Beliau bisa dibilang merupakan salah satu yang terbaik di bidangnya dan ia bahkan telah mendirikan organisasi bernama Social Anxiety Institute yang mempunyai visi dan misi menolong penderita penyakit ini di seluruh dunia. Intinya, beliau adalah seseorang yang kompeten dan mempunyai otoritas di bidang ini.

Ada banyak hal menarik dan pelajaran yang bisa saya petik selama mempelajari buku itu, tapi ada satu yang merebut perhatian saya.

Benak seorang penderita SAD dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif yang bermunculan secara cepat, bisa dibilang seperti sebuah kebiasaan. Kebiasaan pola pikir. Kalau perokok memiliki kebiasaan merokok yang sukar dikendalikan, pecandu narkoba memiliki kebiasaan mengonsumsi narkoba yang sukar dikendalikan, maka penderita SAD memiliki kebiasaan berpikir negatif yang sukar dikendalikan. Dan sama seperti kebiasaan negatif lainnya, kebiasaan ini amat merugikan para penderita SAD. Sang profesor menyebut kebiasaan pola pikir ini sebagai Automatic Negative Thinking (ANT). ANT inilah yang merupakan musuh bebuyutan para penderita SAD.

Mungkin anda berpikir, "Kalau begitu, tinggal ubah saja cara berpikir negatif itu, masalah selesai kan, pffft, mudah sekali." Well, kalau mengubah sebuah kebiasaan negatif sedemikian mudahnya, maka produsen rokok akan bangkrut total, generasi muda sekarang tidak dalam keadaan darurat narkoba, dan sang profesor tidak perlu repot-repot mendirikan Social Anxiety Institute.

Pola pikir negatif ini biasanya berawal dari trauma di masa lalu. Kepahitan atau kekecewaan di masa lalu membuat sang penderita membangun mekanisme pertahanan diri dalam bentuk pikiran, untuk merasionalisasi ketidak adilan yang terjadi pada dirinya. Pola pikir ini terus-menerus digunakan oleh sang penderita untuk membentengi dirinya supaya tidak merasakan lagi sakit seperti yang terjadi di masa lalu itu, walaupun peristiwa traumatiknya sendiri sebenarnya sudah berakhir. Pola pikir tersebut akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Dan kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang secara konstan akhirnya menjadi sebuah sistem kepercayaan.

Sejarah telah membuktikan bahwa manusia tega melakukan hal-hal keji terhadap sesamanya, semata atas nama kepercayaan. Kaum imperialis tega menindas bangsa jajahannya karena mereka percaya itulah cara paling tepat untuk memenuhi kepentingan mereka. NAZI tega membantai bangsa Yahudi karena mereka percaya bangsa Yahudi-lah penyebab semua permasalahan bangsa Jerman. Dan peperangan atas dasar kepercayaan agama telah berlangsung selama ratusan tahun, hingga sekarang.

Kalau kepercayaan mampu membuat jutaan orang saling menghabiskan nyawa satu sama lain, apa susahnya bagi kepercayaan untuk membuat seseorang menyia-nyiakan hidupnya sendiri, menyia-nyiakannya untuk menghadapi ketakutan yang tidak beralasan.

Pada penderita SAD, kepercayaan yang salah dan semua mudarat yang ditimbulkannya, berakar dari ANT yang jahanam. Dan ANT inilah yang merebut perhatian saya.

Dalam bukunya, sang profesor acap kali menganalogikan ANT sebagai seorang pendusta. Pendusta yang menggunakan kebohongan untuk menutupi kebenaran sejati dari benak para penderita SAD. Kebenaran yang dapat membuat hidup mereka bebas dari cengkeraman rasa takut. "Jangan pernah meninggalkan kamar, di luar adalah zona perang", "Orang-orang membencimu, tidak ada yang akan pernah menyukaimu", "Kau mungkin tak dapat mendengarnya, tapi percayalah, mereka semua mengataimu di belakangmu", "Lihat bagaimana cara mereka memandangimu, benar kan, mereka semua jijik padamu", "Manusia adalah serigala bagi sesamanya, sendirian, kamu akan aman". Itu semua adalah kebohongan yang berasal dari ANT.

Saat membaca kata "pendusta" tersebut, saya tidak bisa tidak teringat pada sosok iblis. Ya, iblis. Antitesis dari Tuhan, penguasa neraka, musuh dari semua yang baik dan benar. Di Alkitab, iblis acap kali dideskripsikan sebagai seorang pendusta, salah satunya seperti yang tertulis pada ayat yang tercantum di awal tulisan ini. Kadang iblis juga disebut sebagai penggoda atau penuduh, tapi itu semua berasal dari akar kata yang sama, yaitu dusta atau kebohongan. Kalau saya yang menulis Alkitab, saya akan mendeskripsikan iblis dengan lebih bombastis dan lebih relevan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya "sang penimbul niat jahat", "sang pengumbar nafsu birahi", atau "sisi gelap dalam diri tiap manusia". Tapi tidak, Alkitab memilih untuk menyandingkan iblis dengan satu kata sederhana, dusta. Satu-satunya deskripsi yang diberikan pada iblis selain pendusta adalah pembunuh, dan ini cukup masuk akal karena tujuan akhir dari semua kejahatan adalah kematian, baik mati fisik, mati mental, maupun mati spiritual.

Sebagai perbandingan, Tuhan Yesus menyebut dirinya sebagai "jalan, kebenaran, dan hidup" (Yoh. 14:6). Tuhan tidak menyebut dirinya sebagai "Akulah sumber segala kebahagiaan", atau "Akulah jalan menuju kesuksesan dan kaya raya", atau "Ikutilah Aku, dan kau akan memperoleh popularitas, semua orang akan menyukai dan mengagumimu". Menurut saya, janji itu akan lebih menjual dan lebih mudah untuk menarik pengikut, baik di masa sekarang maupun di masa kapanpun. Tapi tidak, Tuhan menekankan pentingnya kebenaran, dan senjata utama iblis adalah kebohongan. Jadi pertanyaannya sekarang, apa yang membuat kebenaran dan kebohongan begitu krusial dalam kehidupan spiritual seseorang?

Jawabannya mungkin terletak pada pola dasar dari desain penciptaan manusia. Kehendak bebas. Manusia adalah organisme ciptaan Tuhan paling sempurna di dunia ini. Yang membuat manusia spesial adalah manusia tidak hanya memiliki kapabilitas, tapi juga pilihan untuk menentukan sendiri jalan hidupnya. Tidak ada organisme lain di muka bumi yang memiliki hak prerogatif tersebut. Manusia bisa memilih untuk menjadi apapun yang dia inginkan, baik itu menghasilkan karya yang dapat menginspirasi banyak orang, melakukan profesi yang bermanfaat bagi orang banyak, mendirikan korporasi yang sukses dan akhirnya dapat menguasai dunia, ataupun mengasingkan diri ke tengah hutan dan hidup bersatu dengan alam. Manusia bebas memilih. Hewan tidak bisa.

Singa, buaya, dan ikan hiu adalah predator yang memiliki desain fisik yang jauh lebih unggul dari manusia. Semut, rayap, dan lebah memiliki kemampuan organisasional yang jauh lebih efektif dan efisien dari perusahaan kelas dunia manapun. Tapi mereka tidak bisa berbuat lebih jauh dari tujuan hidup yang telah ditetapkan untuk mereka. Setiap hari mereka bangun dan yang ada di kepala mereka hanyalah, "Bagaimana caranya supaya saya dapat bertahan hidup, berkembang biak, dan memastikan kelangsungan hidup keturunan saya?" Mereka tidak bisa bangun di suatu pagi dan tiba-tiba berpikir, "Hei, saya bosan dengan hidup yang begini-begini saja, marilah kita bersatu, kita kembangkan teritorial kita, dan kita tundukkan kaum manusia penindas itu!" Mereka tidak bisa mempelajari hal baru di luar kebiasaan mereka, apalagi mengkomunikasikan ilmu baru tersebut ke rekan atau anak cucu mereka. Bila mereka bisa melakukannya, maka manusia akan berada dalam bahaya besar.

Jadi apa yang mencegah makhluk sehebat manusia untuk hidup di masyarakat utopia yang sempurna? Memang kehidupan manusia sudah semakin maju dan berkembang. Kemajuan ekonomi, teknologi, dan kebudayaan membuat kita hidup dalam masyarakat yang jauh lebih beradab dibanding zaman dahulu. Tapi kemajuan itu tidak dicapai dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Pun sampai sekarang, kita masih dapat melihat sisi-sisi gelap manusia yang mengintip di balik kemajuan yang telah kita capai. Masih ada kriminalitas di tiap penjuru kota. Perang dan kekerasan masih berkecamuk di beberapa belahan dunia ini. Masih banyak orang-orang yang meraih kekuasaan dengan cara korupsi, kolusi, dan nepotisme demi egoisme diri sendiri. Apa yang mendorong manusia untuk melakukan kejahatan? Bagaimana iblis dapat membujuk manusia melakukan keburukan dan kebejatan?

Kehendak bebas membuat iblis tidak dapat memaksa manusia, maka satu-satunya cara, tak lain dan tak bukan, adalah dengan kebohongan. Suruh orang-orang untuk merendam diri dalam kubangan lumpur, maka anda akan mendapat tonjokan di muka. Tapi beri tahu orang-orang bahwa ada bongkahan emas tersembunyi di dalam kubangan lumpur tersebut, maka mereka akan rela mengais-ngais dan merendam diri, bahkan mungkin saling berebut satu sama lain, di dalam kubangan lumpur itu. Putar balikkan fakta, ciptakan kenyataan palsu, tutupi kebenaran yang sejati, maka manusia akan rela menjauhkan diri dari terang menuju kegelapan.

Penderita SAD telah lama hidup dalam kebohongan ini. Kebohongan yang mereka ciptakan untuk diri mereka sendiri, kalau mereka tidak berharga, orang-orang akan membenci mereka, dan mereka tidak layak untuk dicintai dan hidup bahagia seperti orang lain. Kebohongan membuat mereka melepas semua harga diri dan kesempatan yang mereka miliki. Tidak ada orang waras yang mau melakukan hal itu untuk diri mereka sendiri, tapi kebohongan dapat membuat mereka melakukannya.

Satu-satunya cara untuk pulih adalah dengan mengenali kebohongan ini, tangkap ANT saat dia sedang menyebarkan propagandanya. Hentikan usahanya untuk terus menyebar kebohongan, dan beri tahu diri anda hal yang sebenarnya. Anda berharga, tidak ada orang yang membenci anda, kejadian di masa lalu sudah berlalu dan hanya tinggal menjadi kenangan yang tak perlu dikenang, dan anda berhak untuk dicintai dan hidup bahagia, sama seperti orang lain. Itu adalah kebenaran sejati yang layak anda terima.

Mungkin bukan cuma para penderita SAD saja yang hidup dalam kebohongan. Mungkin anda juga. Mungkin sesekali ada suara dalam batin anda yang mengatakan, "Hei, mungkin kalau saya selingkuh sekali ini saja, pasangan saya tak akan mengetahuinya, dan saya akan menjadi lebih percaya diri," "Mungkin kalau saya korupsi sedikit lagi, tidak akan ada yang tahu, dan saya akan menjadi lebih bahagia," atau "Orang ini kelihatan berbeda dari saya, mungkin kalau saya mencemoohnya dan menganggapnya lebih rendah dari saya, saya akan merasa lebih baik terhadap diri saya sendiri."

Atau mungkin anda hidup dalam kebohongan yang merugikan diri anda sendiri, seperti misalnya, "Saya tak cukup pintar untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi," "Saya tak layak untuk mengungkapkan perasaan saya kepadanya," "Saya tak akan bisa mencapai prestasi seperti orang itu," atau "Kesuksesan adalah hak semua orang, kecuali saya."

Mungkin anda bahkan tidak sadar kalau sedang hidup dalam kebohongan. Tapi buahnya dapat anda rasakan di hidup anda. Saat anda hendak memejamkan mata di tempat tidur pada malam hari, anda berujar, "Rasanya ada yang kurang di hidup ini, mungkin saya belum melakukan apa yang benar-benar ingin saya lakukan," "Saya bosan hidup seperti ini terus, mungkin saya pantas untuk menerima hidup yang lebih baik," atau "Rasanya saya bisa lebih baik dari ini, mungkin saya belum mengeluarkan kemampuan terbaik saya."

Kebenaran sejati adalah hak anda. Namun untuk mengejar kebenaran tersebut dan hidup seutuhnya, itu adalah pilihan anda. Dengarkan nurani anda, itu adalah suara hati kecil yang dapat menjadi pedoman bagi anda untuk menuju kebenaran. Orang bijak adalah mereka yang mampu membedakan kebenaran dan kebohongan.

Saya akan tutup tulisan ini dengan sebuah kalimat yang terilhami quote terkenal dari film The Usual Suspects (1995), "Kebohongan terbesar yang pernah iblis lakukan adalah membuat dunia percaya kalau ia tidak ada". Kebohongan terbesar yang bisa anda lakukan adalah kebohongan yang anda buat untuk diri anda sendiri, bahwa anda tidak sedang berbohong.

Comments

Popular posts from this blog

Bad Virus, Good Virus

Saya Seorang Rasis

Just Say No, Goddammit!!!